Pada awalnya, Allah Ta’ala menciptakan seorang manusia di muka bumi ini, yaitu Adam AS. Setelah Iblis diusir Allah Ta’ala dari surga karena kesombongannya, tinggallah Nabi Adam AS sendirian di surga. Dia berjalan-jalan sendirian di surga dalam kesepian. Saat dia tertidur, kemudian bangun, terlihat seorang wanita tengah duduk di dekat kepalanya. Adam kemudian menyapa:”Siapakah anda?” Jawab wanita tersebut:”Wanita”. Adam bertanya kembali:”Untuk apa anda diciptakan?” Jawab wanita tersebut:”Supaya anda jinak kepadaku”.
Lalu, para Malaikat mendatangi Nabi Adam AS untuk mengetahui sejauh mana ilmunya. Mereka bertanya:"Siapakah namanya, Adam?" Jawab Adam:"Hawwa!" Malaikat bertanya:"Mengapa namanya Hawwa?" Jawab Adam:"Karena dia dijadikan dari benda hidup" (Tafsir Ibnu Katsir).
Itulah interaksi sosial pertama yang terjadi antara dua manusia. Interaksi sosial merupakan fithrah basyariyah (naluri manusia) yang menjadikan hidup menjadi indah dan lebih bermakna. Keadaan Nabi Adam AS sebelum kedatangan Hawwa digambarkan dalam Tafsir Ibnu Katsir "berjalan-jalan sendirian dan kesepian".
Setelah itu, lahirlah keturunan dari Adam dan Hawwa, baik keturunan laki-laki atau perempuan, sehingga jumlahnya menjadi milyaran ummat manusia seperti sekarang ini. Allah Ta'ala berfirman:"Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya dan daripada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan wanita yang banyak ..." (An Nisaa' [4]: 1).
Firman-Nya yang lain:"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku ..." (Al Hujuraat [49]: 13).
Dengan semakin berkembang biaknya laki-laki dan wanita dalam jumlah yang banyak, menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa; maka mau tidak mau, suka tidak suka, manusia akan berinteraksi dengan manusia lainnya. Baik dalam lingkungan yang padat, atau dalam ligkungan yang jarang penduduknya. Keharusan berinteraksi inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluq sosial seperti kakeknya terdahulu, Nabi Adam dengan Ibu Hawwa.

Allah Ta'ala berfirman:"... Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu" (An Nisaa' [4]: 1).
Dalam firman-Nya yang lain:"... menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal ..." (Al Hujuraat [49]: 13). Demikianlah, Allah Ta'ala telah menjelaskan kepada kita rahasia penciptaan manusia yang beragam kulit, bahasa, tradisi dan alamnya. Semuanya tidak dalam rangka manusia saling bermusuhan dan menumpahkan darah. Tetapi untuk saling mengenal, saling membutuhkan dan saling mengunjungi. Rasulullah SAW sendiri tidak pernah berupaya merubah nama suku shahabatnya; seperti suku Auz dengan Kazraj, meskipun kedua suku tersebut pernah terlibat peperangan yang lama. Rasulullah SAW tidak merubah kedua nama suku itu, yang dihilangkan bukan namanya, tetapi sikap permusuhan di antara keduanya dan diganti dengan sikap persaudaraan. Demikian pula antara shahabat Muhajirin dan Anshar serta shahabat lainnya. Dan dengan begitu, kehidupan menjadi indah dan menggairahkan.
Label:

0 komentar: