saat ini terjadi kontroversi tentang UU BHP yang baru saja disahkan oleh DPR RI pada tanggal 17 Desember 2008 lalu. Dihampir seluruh perguruan tinggi para mahasiswa melakukan demonstrasi untuk menolak UU BHP ini. Akan tetapi penolakan – penolakan yang telah dilakukan tetap tidak mempengaruhi keputusan DPR RI untuk mengesahkan RUU BHP tersebut menjadi UU BHP.
Sejarah singkat
Pada tahun 2003 setelah disahkannya UU SISDIKNAS yang menjadi amanat reformasi ternyata mengandung kontroversi diberbagai kalangan. Akan tetapi lagi – lagi kontroversi tersebut tidak mempengaruhi untuk di batalkannya pengesahan UU Sisdiknas ini. Dan pada akhir tahun 2004 munculah RUU BHP yang menjadi amanat UU sisdiknas no 20/2003 pasal 53. Penolakan terhadap RUU ini dilakukan dengan melakukan Yudicial Review pasal 53 dari UU sisdiknas kepada mahkamah konstitusi, hanya saja Mahkamah konstitusi tidakmenerima pengajuan Yudicial review yang dilakukan oleh beberapa asosiasi dikarenakan alasan yang kurang kuat. Hingga akhirnya pasal ini yang menjadi dasar dan landasan untuk membuat UU BHP.
Belum lagi dengan adanya UU no 25 tahun 2007 tentang penanaman modal dan Perpres No 76 & 77 yang memperbolehkan pihak asing menanamkan modal atau menginvestasikan modal di negeri ini melalui bidang usaha – bidang usaha yang ditentukan. Dan sangat disayangkan bahwa salah satu sektor yang diperjual belikan termasuk sektor pendidikan nasional yang dalam hal ini batasan kepemilikian modal asing bias mencapai angka 49 %. Dalam lampiran PERPRES NO 77 tahun 2007 akan ditemukan daftar bidang usaha yang terbuka tersebut.
Pastilah ada kaitannya antara UU BHP dengan PP tentang Penanaman Modal. Pihak asing akan masuk melalui pendidikan bisa melalui bantuan pinjaman hutang sebagi antisipasi keuangan atau agar tidak terjadi pailit. Yang dapat mengakibatkan Badan Hukum pendidikan akan dibubarkan.
Filosopi
Dalam UU BHP ini yang menjadi kontroversi ini memuat hal yang sangat filosofis yakni pengindustrialisasian dalam dunia pendidikan melalui Pembadan Hukuman Pendidikan yang dengan ini maka logika dunia industri maupun dunia usaha akan berlaku diDalam dunia pendidikan. Logika perusahaan adalah akan selalu bersaing untuk menjatuhkan perusahaan lain agar perusahaan yang mereka kelola “menang”. Apabila akan pilit atau bangkrut maka perusahaan tersebut akan berusaha berhutang lalu kemidian melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan para karyawan yang mereka miliki. Maka logika dasar ini akan kemudian muncul dalam dunia pendidikan manakala UU BHP ini dilaksanakan.
Masyarakat yang mampu akan dapat merasakan pendidikan yang berkualitas dan bermutu sedangkan yang miskin atau tidak mampu akan terus dan tetap sulit untuk dapat mengakses dunia pendidikan. Dan inilah yang dinamakan kapitalisasi dunia pendidikan, dan dampak dari hal ini akan terlihat jelas jurang antara sikaya dan si miskin.
UU BHP BAB X tentang pembubaran BHP pada pasal 57 disebutkan “Badan Hukum Pendidikan bubar Karen putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdadsarkan alas an:
a. Melanggar ketertiban umum, kesusilaan, dan /atau peraturan perundang-undangan
b. Dinyatakan pailit, dan /atau
c. Asetnya tidak cukup untuk melunasi utang setelah pernyataan pailit dicabut”
Ini menegaskan bahwa industrialisasi didunia pendidikan akan benar-benar dilaksanakan oleh para pelaksana teknis. Dan sangat disayangkan hakikat dunia pendidikan yang pada dasarnya adalah encerdaskan kehidupan masyarakat yang ada di Negara ini sekarang malah dibuat tempat untuk mencari dan merauk keuntungan. Hal semacam ini sudah dialami oleh para masyarakat yang memasukkan anaknya untuk melanjutkan studinya di Universitas yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN), biaya yang dikenakan kepada anak masih saja mahal dan tidak akan mungkin untuk kalangan yang tidak mampu akan melanjutkan studinya.
Jumlah penduduk miskin anak bangsa mencapai 39,05 jt jiwa atau sekitar 17,75 % (menurut BPS) jika garis kemiskinan dibawah Rp 153 ribu/kapita/bulan, jika Rp 540 ribu/kapita/bulan adalah Standar bank dunia yang kita gunakan maka anak miskin bangsa mencapai 109 juta jiwa atau 49,5% atau nyaris setengah total penduduk Indonesia. Berarti pula akan ada kebodohan sekaligus pembodohan Negara. Walaupun didalam UU BHP pasal 46 (2) yang berbunyi ”Badan Hukum Pendidikan wajib mengalokasikan beasiswa atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik Warga Negara Indonesia yang kurang mampu secara ekonomi dan/atau peserta didik yang memiliki potensi akademik tinggi paling sedikit 20 % (dua puluh persen) dari jumlah seluruh peserta didik.” 20 % ini akan berlaku manakala masyarakat yang ingin melanjutkan studi anaknya ke perguruan tinggi tidak mampu dalam aspek ekonomi tetapi diterima melalui berbagai macam jalur masuk yang pastinya bereda-beda.
Sama pula hal nya dengan tingkat SLTP atau sederajat yang pastinya membutuhkan persaingan dalam hal kecerdasan kognitif melalui Ujian Nasional sebagai kunci apakah anak ini akan melanjutkan kejenjang yang berikutnya atau tidak. Dan kebanyakan dari para siswa yang orang tuanya kaya atau mampulah yang dapat memberikan pendidikan tambahan melalui bimbingan belajar yang notabennya sangat mahal biayanya, dan hal ini dilakukan agar anak mereka lulus UN dengan nilai yang tinggi agar mampu bersaing di jenjang yang berikutnya.
Maka ketika UU BHP ini diberlakukan dimungkinkan setiap sekolah ataupun institusi atau didalam UU BHP dinamakan sebagai BHP penyelenggara akan melakukan upaya-upaya persaingan yang berorientasi mencari keuntungan. Maka sekali lagi akan ada hitungan untung atau rugi dalam hal ekonomi didalam dunia pendidikan.
Harapan anak bangsa
Pendidikan gratis akan sangat sulit sekali untuk direalisasikan, tetapi pendidikan murah, yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat yang miskin yang ini memungkinkan dan sangat realistis ketika amanat yang disampaikan dalam UUD 1945 pasal 31 mengamanatkan anggaran pendidikan minimal 20 %. Tetapi harapan ini akan jauh dari realita manakala UU BHP diterapkan
Kesadaran membangun bangsa
Solusi permasalahan yang ada dibangsa ini akan sangat berkaitan dengan masing-masing individu dari tiap-tiap kelompok masyarakat. Kesadaran untuk membangun bangsa tanpa mengedepankan ego dari pribadi untuk memenuhi kebutuhan pribadi seharusnya ada dan tercermin serta mampu teraplikasikan dari dalam diri masing-masing masyarakatnya.
Hanya saja saat ini, kepedulian ini sudah mulai luntur, kemana perasaan akan rindu kejayaan bangsa ini??? Akankah kita membiarkan kapitalisasi melingkupi dunia pendidikan??? Akankah industrialisasi pendidikan benar-benar terjadi???


Ditulis oleh disampaikan pada rubrik mimbar mahasiswa solopos
BERY NUR ARIF mahasiswa Pendidikan Teknik Mesin Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Dan sekarang aktif dan menjabat sebagai Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP UNS
Contact Person: Bery Nur Arif (0271) 794 14 94
085 647 204 696

0 komentar: